Sabtu, 03 November 2012

Per-Empu-an Minang

Memotret kesukuan di Indonesia, tak lengkap rasanya tanpa melirik adat Minang. Tak seperti kebanyakan suku di daerah lainnya, Minang memiliki adat yang cukup unik. Jika di daerah lain trah laki-laki begitu gagah dan menempati posisi tinggi dalam sistem kekeluargaan, di Minang, tidak. Sebaliknya, garis keturunan perempuanlah yang dianggap “emas”. Kita tak perlu jauh-jauh kembali ke zaman prasejarah untuk menemukan tradisi matrilineal, karena hingga hari ini, di Minang tradisi Matrilinealisme masih berlangsung elok.
Alam, seorang mahasiswa jurusan Hukum Universitas Gadjah Mada, asal Suku Tanjung mengatakan bahwa tradisi Matrilineal sudah ada sejak zaman dahulu, sebelum Belanda masuk ke Indonesia. Menurutnya, tradisi matrilineal dimaksudkan untuk menjaga harta atau warisan yang sudah diturunkan oleh nenek moyangnya secara turun-temurun agar mampu dijaga dengan baik dan tidak beralih ke tangan orang lain yang tidak berasal dari keluarga keturunannya(baca: keturunan nenek moyang). Dalam hal ini, perempuanlah yang dianggap mampu menjaga warisan tersebut.
Alam mencontohkan dirinya, dalam keluarganya yang berkecukupan, Alam (dalam berperilaku dan bergaul ) tidak begitu menampakkan bahwa dirinya adalah orang yang berkecukupan. Alam tidak begitu menggantungkan hidupnya kepada harta yang dimiliki keluarganya di rumah. Karena Alam paham, bahwa harta yang dimiliki oleh keluarganya di rumah, nantinya akan dikelola oleh adik perempuan Alam. Dan Alam tidak akan “mengusik” harta itu. Tindakan Alam ini, bukan karena tradisi matrilineal saja, melainkan karena di Suku Minang, Seorang laki-laki akan lebih “berharga dan berwibawa” jika dia telah merantau (Melanjutkan pendidikan, berdagang dll). Dalam arti lainnya, “kewibawaan” seseorang tidak akan diukur dari seberapa banyak harta yang dimilikinya, apa pekerjaannya, atau apa jabatannya. Melainkan, seberapa tinggikah ilmunya dan seberapa luaskah pengalamannya. 

Tradisi matrilineal, hingga kini masih berlaku di kalangan masyarakat minang. Meskipun mayoritas pemuda-pemudinya banyak yang sudah merantau dan banyak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru, mereka (baca: pemuda-pemudi) belum punya niatan untuk merubah tradisi matrilineal tersebut. Karena selama ini mereka masih yakin bahwa memang perempuanlah yang mampu menjaga warisan dan pesan nenek moyang tersebut. [hydra-zone]

0 komentar:

Posting Komentar